Senin, 16 Desember 2013

dakwah dengan karya sastra



Dakwah dengan Karya Sastra


Pendahuluan
   Dakwah adalah kegiatan menyeru manusia ke jalan Allah (illallah) hingga mereka mengingkari thagut sepenuhnya dan beriman kepada Allah dengan meninggalkan jalan kegelapan dan kejahiliyahan menuju cahaya kebenaran Islam. Dengan definisi ini maka jelas bahwa tujuan dakwah ialah tegaknya kalimat Allah di muka bumi sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama ini seluruhnya hanya bagi Allah. Demikian, hal tersebut ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 193: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada  lagi fitnah dan (sehingga) ketaatan itu semata-mata hanya untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. Perintah serupa terdapat pula pada surat Al-Anfal ayat 39 (Fathurrahman,2007:18).
   Cukup jelas gambaran tentang dakwah serta tujuan dari dakwah itu. Pertanyaan sekarang adalah apakah dengan kondisi kampus dengan keberagaman budaya, ide, serta pola pikir yang berbeda kita akan berperang? Saya rasa akan hancur Indonesia ini ke depan khususnya Universitas Andalas. Pola pikir yang berbeda menyebabkan kita untuk berpikir ulang, adakah media lain yang bisa digunakan untuk berdakwah, tanpa harus menyebabkan pertumpahan darah.
Tulisan memberikan alternatif dan solusi terbaik untuk kita mengajak dan menyeru para target dakwah. Mungkin dakwah yang selama ini kita kenal adalah hanya sebatas ceramah dan mengaji di masjid-masjid saja, hingga menyebabkan pandangan orang terhadap dakwah itu sendiri selalu berada pada kancah negatif. Kita lah yang harusnya mengubah paradigma tersebut. Lalu apa yang bisa kita perbuat? Satu hal yang harus kita ingat dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 4: “yang mengajarkan (manusia) dengan pena”.
Dalam tulisan ini, saya  akan memberikan sedikit gambaran tentang dakwah dengan tulisan, terkhususnya dakwah dengan sastra. Akan sedikit asing bagi orang-orang yang mengasingkan dirinya, dan akan hilang keasingan itu  bagi orang-orang yang mencoba keluar dari keasingannya, itu mungkin hanya sedikit ungkapan saya kepada orang-orang yang tidak mengerti dan memandang sebelah mata terhadap karya sastra. Tapi, kenyataannya sekarang adalah dakwah berkembang pesat melalui tulisan baik fiksi maupun non fiksi yang merupakan bagian dari karya sastra.
Dakwah dengan Karya Sastra
Karya sastra adalah sebuah coretan tinta anak manusia  yang dikemas secara menarik, mengandung unsur estetika, dan menggunakan bahasa yang mampu menyentuh jutaan pembacanya. Kata-katanya yang indah mampu mambawa kita bergelayut, melamun setinggi mungkin pada jangkaun limit. Banyak yang mengatakan orang-orang yang berkecimpung di ranah sastra ini adalah orang-orang yang gila.
Ada sesuatu yang hilang, lupa atau mungkin belum pernah terdengar bahwa pada kenyataanya karya sastra mampu menjadi alat untuk berdakwah. Kita dapat melihatnya dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu’ara’ ayat 227: “kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah terzalimi  (karena menjawab puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali”. Ayat tersebut cukup menjelaskan bahwa ada orang-orang yang mampu menempatkan karya sastra sebagai sebuah alat atau pun media untuk berdakwah. Siapa kah mereka?
Banyak sekali para penulis dan sastrawan serta para Da’i yang mengepakkan sayapnya di bidang penulisan karysa sastra baik yang berupa fiksi maupun nonfiksi. Contoh yang realnya adalah Khalid Muhammad Khalid, seorang pemuda berdarah Mesir yang haus kelimuan, sastra, dan budaya. Karyanya yang fenomenal berjudul “60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW” yang mengupas habis profil para sahabat Rasulullah. Dengan bahasanya yang indah, santun, dan berpuitika  serta menarik mampu merengkuh para kader dakwah untuk melejitkan potensinya seperti para sahabat Rasulullah. Pada intinya khalid Muhammad Khalid mampu menjadikan sebuah tulisan karya sastra fiksi khususnya untuk mengepakkan sayap dakwah. Khalid mengatakan bahwa “Gaya pemaparan dalam menulis adalah kehendak Allah, Tuhan Alam Semesta.”
Selain Khalid Muhammad Khalid yang berdarah Mesir, ada juga para penulis muda yang berdarah Indonesia mengepakkan sayap dakwah dengan tulisan. Seperti Salim Alfillah dengan karyanya “Dalam Dekapan Ukhuwah”dan “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”, di dana seorang Salim Alfillah menampilkan retorikanya tentang dakwah dengan bahasa sastra yang cukup menarik untuk dibaca.
Karya  sastra nonfiksi, juga memiliki andil besar dalam mengepakkan sayap dakwah. Mereka para pengaramg seperti novel, cerpen, dan puisi menampilkan problema kehidupan tentang persoalan agama dan Tuhan. Pada karya Mohammad Diponegoro (Siklus,1975), Kuntowijoyo (Khotbah di atas Bukit, 1976), Ahmad Tohari (Kubah, 1980), Motinggo Busye (Sanu, Infinata-Kembar, 1985), Djamil Suherman (Perjalanan ke Akherat,1963),  Muhammad Ali (Di Bawah Naungan Al-Qur’an,1957), dan juga sastrwan dengan karyanya yang tidak cukup untuk disebutkan satu-persatu di sini.
Lalu, Taufiq Ismail mengatakan bahwa berkarya mesti didasarkan pada “Niat karena Allah, diperuntukkan bagi manusia”. Oleh karena itu ia menyarankan : “Buatlah kesenian atau kesusastraan yang membuat orang jadi ingat kepada Allah senantiasa. Ciptakan bentuk dan isi keindahan yang membuhul orang dalam hubungan tak putus-putus dengan Allah”.
 Grebstein dalam Maman S.Mahayana berpendapat bahwa setiap karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang kompleks. Ia tidak akan dapat dipahami sepenuhnya, jika karya itu dipisahkan dari lingkungan kebudayaan dan masyarakat yang menghasilkannya, termasuk di dalamnya tanggungjawabnya sebagai makhluk Tuhan. 

Kesimpulan
·         Tulisan memberikan alternatif dan solusi terbaik untuk kita mengajak dan menyeru para target dakwah.
·         Karya  sastra fiksi maupun nonfiksi memiliki andil besar dalam mengepakkan sayap dakwah.
Saran para Sastrawan
·         Buatlah kesenian atau kesusastraan yang membuat orang jadi ingat kepada Allah senantiasa. Ciptakan bentuk dan isi keindahan yang membuhul orang dalam hubungan tak putus-putus dengan Allah (Taufiq Ismail).
·         Jadikan proses kreatif bukan hanya sekedar eksplorasi estetik yang terpenjara dalam euforia dan keterpesonaan bernarasi, melainkan sebuah etos perjuangan amar ma’ruf nahi munkar.
·         Jadikan menulis adalah sebuah model perjuangan, atau yang lazim disebut jihad bil kalam (jihad melalui tulisan) dan jadikan sebagai wasilah (jalan) untuk meraih ghyaah (tujuan).
·         Jadikan pena-pena yang bertebaran di muka bumi ini sebagai pedang para mujahid.

Daftar Kepustakaan
·         Al-Qur’anul Karim.
·         Fathurrahman,dkk.2007.Risalah Manajemen Dakwah Kampus.Depok: Pustaka Nauka.
·         Mahayana,MamanS.2005.Sembilan Jawaban Sastra Indonesia.Jakarta: Tim Bening.
·         Muhammad,Damhiru.2010.Darah Daging Sastra Indonesia.
Yogyakarta:Jalasutra.

Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Indonesia.

.