Pendahuluan
Dalam suatu kehidupan pasti muncul beragam
persoalan. Tidak ada dalam proses kehidupan semuanya akan tenang dan
nyaman-nyaman saja. Justru, persoalan-persoalan itu lah yang menjadi
bumbu-bumbu manusia menuju puncak penyelesaian, mengajarkan kedewasaan, dan
membentuk manusia yang tahan banting terhadap beragam persoalan itu.
Itu pula
yang terjadi dalam karya sastra di Indonesia, setiap pengarang memunculkan
konflik dan beragam persoalan dalam karyanya. Tidak heran jika persoalan-persoalan itu membuat masyarakat
atau pembaca megikuti alur demi alur,
karena pada dasarnya persoalan-persoalan yang diangkat oleh pengarangya itu
berasal dari persoalan masyarakat. Mungkin kita sebagai pembaca maupuan penikmat
dari karya sastra bisa merasakan persoalan yang diangkat itu adalah sebuah
realitas.
Lalu,
apakah akibat dari persoalan itu? Pada dasarnya kita sebagai pembaca lah yang
mampu menilainya. Dari segi mana kita memandang persoalan itu dan bagaimana
kita harus menyikapinya. Terkadang ada yang pro
dengan pengarang, ada juga yang kontra
lalu mereka memberontak dan melakukan sebuah kritik terhadap persoalan yang ada
dalam karya sastra itu.
Disinilah saya akan mengupas persoalan-persoalan
dalam karya sastra di Indonesia yang dimunculkan oleh sastrawan Indonesia.
Isi
Bahwa karya sastra adalah dokumen sosial, ini lah
yang harus di garis bawahi. Pendapat itu sesuai dengan pikiran Marx dan
Engels (Siswanto,2008:7), yang menyatakan
bahwa sastra merupakan cermin masyarakat dengan berbagai cara. Lantas, apa
persoalannya di sini?
Persoalannya adalah bahwa dokumen sosial itu berisikan beragam persoalan masyarakat
yang di adopsi dalam karya. Lalu, apa saja persoalan-persoalan yang di
tampilkan oleh sastrawan-sastrawan dengan karyanya itu? Dan persoalan apa yang
lebih dominan ditonjolkan dalam karya sastra di Indonesia?
Pertama,
persoalan pendidikan dan mimpi. Persoalan pendidikan sering muncul dalam
kehidupan masyarakat yang berada di daerah tertinggal. Salah satu pengarang
yang mengangkat persolan ini adalah Andrea Hirata, dengan karyanya novel sang
pemimpi. Novel itu merupakan novel kedua dari tetraloginya, yaitu (1) laskar pelangi, (2) sang pemimpi, (3) edensor,
dan (4) Maryaman karpov. Isi dari
karyanya ini berupa pengalaman hidupnya. Apa yang diceritakan Andrea Hirata di
dalam karyanya tidak bisa lepas dari lingkungan dan latar belakang hidupnya. Ia
lahir di Belitong. Yang diceritakan dalam karyanya tidak bisa dilepaskan dari
kisah-kisah hidupnya saat kecil bersama orang tuanya, saudaranya,
teman-temannya atau orang-orang yang dikenalnya di SD, SMP, SMA, serta
petualanagannya. Apa yang diceritakannya tidak bisa dilepaskan dari alam Belitong.
Kedua,
persoalan gender. Banyak karya dari sastrawan kita mengupas tentang gender.
Yang lebih ditonjolkan dalam persoalan ini adalah dominasi kaum laki-laki
terhadap perempuan serta kedudukannya, juga persoalan-persoalan perempuan dalam
karya, berhubungan dengan persoalan perempuan ini, pakar teori sastra telah
menempatkan persoalan pada tempatnya. Ada wadah tersendiri untuk mambahas
tentang persolan perempuan, yaitu dengan teori Feminisme.
Namun, di sini saya akan sedikit memberikan gambaran
atau contoh yang berhubungan dengan persoalan gender dalam karya. Karya-karya
Nh.Dini, misalnya lebih banyak bercerita dan menyuarakan perempuan, seperti Dua
Suara Wanita Indonesia (Pada Sebuah Kapal,
Hati yang Damai, La Barka), Wanita Belanda (Keberangkatan),
atau Wanita Jepang (Namaku Hiroko).
Demikian juga dengan novelis wanita lainnya, seperti Th.Sri Srahayu
Prihatmi dan Titis Basino, yang juga
bercerita tentang wanita. Pada masa 2000-an, pengarang seperti Djenar Maesa
Ayu, Ayu Utami, dan Dewi Lestari juga menyuarakan suara perempuan. Mereka tidak
hanya menggambarkan perempuan, tetapi juga sering memprotes atas kedudukan dan
peran wanita.
Tampaknya persoalan gender lebih terwarnai oleh
manusia yang berjenis kelamin perempuan, atau memang sudah seperti itu pada
awalnya. Dalam tulisan S.R.H. Sitanggung “Wanita
dan Tradisi Suatu Kajian Tiga Cerkan Mesir--Aljazair--Uganda” mengupas tiga
karya sastra yang menggambarkan bahwa wanita itu adalah sosok yang lemah,
bodoh, dan hanya bisa menjual apa yang ada pada dirinya.
Persoalan yang terakhir adalah persoalan cinta.
Cinta adalah warna dalam pokok persoalan kehidupan, rasanya hambar ketika tidak
ada cinta yang berlabuh di kehidupan ini. Macam persoalan cinta hadir di sini,
mulai dari cinta manusia kepada Tuhan, manusia kepada manusia, dan manusia kepada
seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Namun, yang lebih dominan menonjol dalam karya
adalah persoalan cinta kepada sesama manusia dan lebih spesifik cinta kepada
lawan jenis. Banyak karya sastra dengan tema persoalan cinta bertebaran di
pasaran. Bahkan karya yang pada
dasarnya mengangkat tema perjuangan,
agama, dan lain sebagainya pun ikut terwarnai oleh persoalan cinta.
Misalnya karya Mochtar Lubis “Jalan Tak Ada Ujung”,
awal persoalannya bukanlah tentang persoalan cinta tetapi persoalan tentang
perjuangan tempo dulu dan penjajahan tentara NICA yang menimbulkan ketakutan
yang mendalam pada tokoh-tokoh yang ditampilkan oleh Mochtar, lalu dalam
karyanya itu Mochtar memberikan warna dengan persoalan penghianatan cinta,
cinta segi tiga antar tokoh-tokohnya. Tokoh utama Guru Isa yang digambarkan
sangat pengecut dan menderita penyakit impotent
yang tidak bisa melakukan hubungan seksual dengan istrinya, Fatimah. Lalu
muncul tokoh Hazil sebagai sahabat Guru Isa yang pada akhirnya terlibat cinta
dengan istri dari sahabatnya sendiri.
Persoalan cinta cukup kompleks dan sangat panjang
untuk di bicarakan. Pada hakikatnya persoalan cinta adalah salah satu persoalan
dalam karya sastra yang juga merupakan dokumentasi sosial dari realitas
kehidupan masyarakat.
Kesimpulan
Pokok persoalan yang terdapat dalam karya sastra di
Indonesia lebih menonjolkan pada persoalan pendidikan, cita-cita, gender atau
jenis kelamin, dan cinta. Semua persoalan yang diangkat dalam karya sastra adalah
dokumentasi sosial dari persoalan masyarakatnya.
Daftar
Kepustakaan
Mahayana,Maman S.2005.Sembilan Jawaban Sastra Indonesia “Sebuah Orientasi Kritik”. Jakarta:
Bening.
Siswanto,Wahyudi.2008.Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.
Trisman,dkk.2002.Antologi
Esai Sastra Bandingan dalam Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka
Bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar